Penilaian Persediaan Tidak Bisa untuk Penjaminan Utang?

0
918
Penilaian Persediaan Tidak Bisa untuk Penjaminan Utang
Penilaian Persediaan Tidak Bisa untuk Penjaminan Utang

Penilaian Persediaan Tidak Bisa untuk Penjaminan Utang?

Dalam dunia bisnis yang dinamis, penilaian persediaan dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan Pelaporan Keuangan sebuah perusahaan kini menjadi hal penting dalam pembiayaan perusahaan.

Hal ini terjadi karena perusahaan seringkali telah atau sedang menjaminkan aset tanah dan bangunan untuk memperoleh pembiayaan. Oleh karena itu, keadaan ini membuat perusahaan mencari alternatif akan penjaminan lain, yakni persediaan.

Namun, apakah penilaian persediaan dapat dilaksanakan untuk penjaminan utang?

Untuk menjawab hal tersebut maka, pembahasan dimulai dengan definisi persediaan, tujuan dilakukan penilaian persediaan, dan mengapa penilaian persediaan (untuk kategori tertentu) tidak dapat dilaksanakan.

DEFINISI

Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) 360 tentang Penilaian Persediaan (efektif 1 Desember 2022), Persediaan adalah aset:

a. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

b. dalam proses produksi untuk dijual;

c. dalam bentuk bahan dan/atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. 

Persediaan dapat merupakan barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali (finished goods), misalnya, barang dagangan yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali. Persediaan juga dapat merupakan barang jadi yang diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi (work in process), oleh entitas serta termasuk bahan dan perlengkapan yang akan digunakan dalam prses produksi (raw material). Persediaan juga dapat merupakan suku cadang (maintenance, repair and operation/MRO) yang digunakan dalam rangka keberlanjutan suatu sistem kerja atau proses produksi pada tingkatan fungsi yang diharapkan. (SPI 360).

Sehingga, secara umum persediaan adalah istilah yang merujuk kepada barang atau produk yang disimpan oleh suatu entitas bisnis atau organisasi.

 

Berikut adalah beberapa jenis persediaan yang umum:

  1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory): Ini terdiri dari bahan-bahan pokok yang diperlukan dalam proses pembuatan produk. Sebagai contoh, kayu dan paku untuk pembuatan perabotan, atau tepung, telur, dan mentega untuk produksi roti di sebuah toko roti.
  2. Persediaan Barang dalam Proses (Work in Process Inventory): Merupakan barang-barang yang sedang dalam tahap produksi tetapi belum selesai. Contohnya adalah mobil yang sedang dalam tahap perakitan.
  3. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory): Ini mencakup produk-produk yang telah selesai diproduksi dan siap untuk dijual.
  4. Persediaan suku cadang/Persediaan Pemeliharaan, Perbaikan, dan Operasi (Maintenance, Repair, and Operations, MRO): Termasuk barang-barang yang digunakan dalam kegiatan operasional harian dan perawatan fasilitas perusahaan.

 

Tujuan Penilaian Persediaan:

Penilaian persediaan dilakukan untuk beragam keperluan, seperti pelaporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), transaksi jual beli, penjaminan utang, lelang dan kepailitan, serta keperluan perpajakan misalnya terkiat dengan penetapan harga transfer, perencanaan, dan pelaporan pajak.

 

Lalu, Penilaian Persediaan seperti apa yang tidak boleh untuk tujuan Penjaminan Utang?

Penilaian Persediaan dapat dilakukan untuk tujuan penjaminan utang, namun untuk penilaian persediaan Barang dalam Proses tidak dapat dilaksanakan untuk tujuan penjaminan utang. Informasi ini disampaikan di SPI 360 tentang Penilaian Persediaan (5.1.b).

Mengapa demikian?

Penilaian persediaan, khususnya barang dalam proses (work in process), memang dapat dilakukan untuk tujuan pelaporan keuangan. Namun, ketika digunakan sebagai jaminan utang, terutama dalam situasi kredit macet, penilaian tersebut dapat menghadapi kendala yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh tingkat risiko yang tinggi yang terkait dengan penilaian dan eksekusi jika terjadi kredit macet.

Contoh:

Dalam industri manufaktur, di mana persediaan berupa barang dalam proses seringkali menjadi aset yang signifikan. Misalnya, sebuah pabrik otomotif memiliki persediaan berupa mobil-mobil yang sedang dalam proses pembuatan. Saat melakukan penilaian persediaan untuk kepentingan pelaporan keuangan, perusahaan akan mencatat nilai persediaan berdasarkan biaya produksi yang telah dikeluarkan dan tahapan-tahapan produksi yang telah diselesaikan.

Namun, jika perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan dan perlu memperoleh pembiayaan tambahan dengan menggunakan persediaan berupa Barang dalam Proses sebagai jaminan, terdapat risiko eksekusi yang tinggi. Ini karena proses eksekusi persediaan berupa barang dalam proses bisa sangat kompleks dan sulit untuk dilaksanakan, terutama jika persediaan tersebut masih memerlukan tahapan-tahapan produksi lebih lanjut sebelum menjadi barang jadi yang dapat dijual.

Sebagai contoh, jika pabrik otomotif tersebut mengalami kredit macet dan persediaan mobil yang sedang dalam proses produksi digunakan sebagai jaminan, lembaga keuangan yang memberikan kredit mungkin akan menghadapi kesulitan dalam mengeksekusi persediaan tersebut.

Proses eksekusi dapat melibatkan masalah seperti menyelesaikan tahapan produksi yang belum selesai, menemukan pembeli yang bersedia mengambil risiko tersebut (bersedia mengambil alih proses produksi yang belum selesai atau memilah-milah nilai dari komponen yang belum terpakai), dan menetapkan nilai yang tepat untuk persediaan yang belum sempurna.

Dengan kata lain, pemberi pinjaman juga harus mencari pembeli yang bersedia melanjutkan proses produksi atau memanfaatkan bagian-bagian (mobil) tersebut secara terpisah, yang tentunya membutuhkan usaha dan biaya tambahan. Oleh karena itu, Barang dalam Proses dianggap memiliki risiko tinggi dan kurang likuid sebagai objek penjaminan utang.

Kesimpulan:

Penilaian persediaan untuk tujuan penjaminan utang tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah, terutama dalam kasus persediaan yang berupa barang dalam proses. Meskipun penilaian persediaan sering digunakan untuk keperluan pelaporan keuangan, namun ketika digunakan sebagai jaminan utang, terutama jika persediaan tersebut masih dalam tahap produksi, terdapat risiko eksekusi yang kompleks dan tinggi. Sehingga, Penilaian Persediaan berupa Barang dalam Proses tidak dapat dilaksanakan untuk tujuan Penjaminan Utang.

Demikian penjelasan tentang “Penilaian Persediaan Tidak Bisa untuk Penjaminan Utang?”. Semoga bermanfaat!

 

Salam,

— Asti Widyahari —

Property Valuer & Advisor

 

CekNilai.id
CekNilai.id – Ketahui estimasi harga wajar properti maupun nilai properti secara mudah hanya di CekNilai.id

CekNilai.id Sekarang!

 


Penilaian.id oleh Asti Widyahari

Property Valuer & Advisor

LEAVE A REPLY