Penilaian.id – Pandemi covid-19 memaksa manusia beradaptasi dan berkreasi untuk tetap dapat berkegiatan ditengah kewaspadaan penularan dan penanganan penyakit yang belum terjangkau ilmu pengobatan yang ada di masa kini. Salah satu upaya adaptasi itu di dunia kerja adalah pelaksanaan “work from home” atau bisa juga disebut “KDRT” (Kerja Dari Rumah Tinggal). Tapi untuk menghindari salah paham dan keretakan rumah tangga, mari kita sebut saja dengan istilah yang lebih populer yaitu “WFH”.
Pelaksanaan WFH sejatinya adalah visi masa depan bagi kantor atau perusahaan di beberapa jenis pekerjaannya yang dapat menerapkan sistem kerja jarak jauh. Namun tanpa disangka pada saat pandemi covid-19 booming, banyak kantor atau perusahaan yang terpaksa menerapkan atau mengeksekusi rencana tersebut saat ini juga.
Kami-pun juga mengalami penerapan WFH, dan merasakan langsung sisi positif dan negatif dari WFH. Lalu apakah penerapannya lancar dan semulus aspal sirkuit Mandalika? Oh tentu tidak, banyak kendala disana-sini. Namun demikian, seiring berjalannya waktu terlepas dari progress penanganan pandemi di Indonesia, WFH mulai menjadi hal yang biasa. Sedikit demi sedikit dampak penerapan WFH mulai dirasakan kemudahannya, efisien, dan praktis. Aplikasi dan program pendukung penerapan WFH ataupun interaksi secara online juga mulai banyak bermunculan.
Bila dilihat secara visioner, dari segi pasar properti, hal ini tentu akan merubah sedikit-demi sedikit preferensi masyarakat dalam kriteria –kriteria untuk memilih properti:
- Misalnya di Inggris, dengan meningkatnya penerapan WFH, ruang utnuk area kerja atau kantor di rumah menjadi salah satu pertimbangan utama bagi calon pembeli / penyewa rumah tinggal. Berdasarkan hasil survey Lloyds Bank pada akhir tahun 2020, dari 3.000 responden tenaga kerja di Inggris, sebanyak 2 dari 5 pekerja menyatakan ruang kerja yang nyaman untuk kerja dari rumah adalah hal penting saat mencari properti (rumah tinggal) baru.
- Adanya pergeseran preferensi lokasi tempat tinggal, contohnya di India, seperti dikutip dari hindustantimes.com, chairman dari ANAROCK Property consultants menyatakan bahwa, meningkatnya budaya WFH akan sangat mungkin membuat orang (pekerja) lebih memilih untuk bertempat tinggal di rumah yang lebih luas dan murah dengan lokasi yang tidak terlalu dekat dengan dengan pusat kota (perkantoran), karena semakin dekat ke pusat kota sudah pasti lebih mahal dan lebih sempit. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa peran perkembangan teknologi informasi menjadi kunci pergeseran preferensi pemilihan lokasi.
Adaptasi budaya baru tersebut juga sangat mungkin bergeser ke Indonesia, sehingga di masa depan yang mungkin sudah mulai dirasakan, pergeseran preferensi masyarakat memilih properti khususnya rumah tinggal juga akan terjadi.
Dari segi penilaian, perubahan baru ini sangat mungkin dipandang akan merubah pasar property khususnya rumah tinggal di mata masyarakat sebagai konsumen ataupun calon konsumen properti rumah tinggal.
Dengan adanya perubahan tersebut, diduga akan membuat beberapa kriteria faktor-faktor penentu nilai (value driver) sebuah rumah tinggal mengalami penyesuaian, yang diantaranya seperti lokasi, fasilitas, dan lain sebagainya sesuai dengan perkembangan tren yang akan datang.
Penulis: Gilang Adiwijaya
Editor: Asti Widyahari